Selasa, 13 Desember 2016

DEFINISI AQIDAH ,SYARI'AH,AKHLAK,DAN AKTUALISASI ISLAM & ISU - ISU KONTEMPORER

Tidak ada komentar:




1. AQIDAH
 I. DEFINISI AQIDAH
Aqidah menurut etimologi berasal dari kata al-aqdu yang bermakna ikatan atau janji atau simpul yang kuat. Sedangkan   menurut terminology   mempunyai dua sudut tinjau yaitu :
secara umum  : Adalah  sebuah  ketetapan   akal  yang  bersifat pasti, baik Hukum  tersebut  bersifat  benar  ataupun   batil.  Kalau  ketetapan   akal   sesuai dengan  kenyataan  dan  sesuai   dengan wahyu  Allah maka dia dinamakan aqidah yang  benar ( Aqidah Ash-shahihah ) dan  akan  melahirkan keselamatan dari siksa Allah,  dan  kebahagiaan dunia  akhirat, seperti  keyakinan  kaum  muslimin  akan keEsa`an  Allah. Dan jika  ketetapan tersebut  tidak sesuai dengan kenyataan dan bertentangan  dengan  Wahyu  Allah  maka dinamakan aqidah yang batil dan akan melahirkan siksa bagim pemeluknya di dunia dan akhirat, seperti keyakinan orang Nasrani yang menyatakan Allah itu salah satu dari tiga sembahan ( trinitas ).
Secara khusus  :  Aqidah  bermakna  aqidah  Islam,  yaitu  keimanan  yang pasti kepada  Allah, para Malaikat , kitab-kitab-Nya, Rosul-rosul-Nya, kepada Hari kiamat, serta   takdir  yang baik dan yang buruk. Serta beriman pada semua yang datang  dar i Alqur`an  dan  Assunah  yang  shahih  berupa  pokok-pokok   agama , perintah  dan  larangan-Nya.  Serta  beriman  dengan  semua yang disepakati oleh para  pendahulu  yang   shaleh   dan  berserah  diri kepada Allah , dan ta`at  pada Rasullulah SAW.  Dengan  kata  lain  makna  Aqidah  secara khusus adalah sesuatu yang   mengharuskan  hati  membenarkannya,  yang  membuat  jiwa  tenang  dan menjadi   kepercayaan   yang   bersih   dari    kebimbangan   dan    keragu-raguan. Aqidah  didalam Alqur`an disebut dengan iman yang artinya, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan melaksanakan dengan amal perbuatan. Allah berfirman dalm surat dalam surat Annisa ayat 136 artinya:  “ Hai orang-orang yang beriman  Tetaplah  beriman  kepada  Allah  dan Rasulnya, dan kepada kitab-kitab   yang Allah Turunkan kepada Rasulnya, serta kitab yang Allah turunkan sebelum-sebelumnya. Barang  Siapa  yang kafir kepada Allah, malaikatNya, kitabNya,Rasul rasulnya Hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”

II. SUMBER AQIDAH ISLAM
 Aqidah  adalah  sesuatu  yang  harus  berdasarkan  wahyu,  oleh  sebab  itu sumber  aqidah  Islam  adalah  Alqur`an  dan  Sunnah Nabi saw yang shahih sesuai dengan  apa  yang  difahami  oleh  para  sahabat Nabi saw ,  karena  mereka telah diridai oleh Allah Ta`ala.

III. KEDUDUKAN AQIDAH DALAM ISLAM
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Allah subahanahu wata`ala berfirman,
Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110)

Allah subahanahu wata`ala juga berfirman,
Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)

Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah salallahu `alaihi wasalam berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.



2.SYARIAH

I. DEFENISI SYARIAH
                 Secara etimologi syariah berarti aturan atau ketetapan yang Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa, shalat, haji, zakat dan seluruh kebajikan. Kata syariat berasal dari kata syar’a al-syai’u yang berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Atau berasal dari kata syir’ah dan syariah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan alat lain. Syariat dalam istilah syar’i hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi Saw dari perkataan, perbuatan dan penetapan. Syariat Islam dalam istilah adalah apa-apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya dari keyakinan (aqidah), ibadah, akhlak, muamalah, sistem kehidupan dengan dimensi yang berbeda-beda untuk meraih keselamatan di dunia dan akhirat
Hukum-hukum syariah dalam   Islam  terbagi atas  : wajib, sunnah, mubah makruh dan haram ,yang memiliki makna sbb.  :
1.       Wajib,   yaitu    suatu  perbuatan yang jika dikerjakan mendapat pahala ,dan Jika ditinggalkan akan mendapat dosa atau siksaan.
2.      Sunnah,  yaitu  suatu  perbuatan  yang  jika  dikerjakan  akan mendapatkan Pahala dan jika ditinggalkan tidak ada sangsi atau hukuman,tetapi dianjurkan Untuk dikerjakan.
3.      Mubah,  yaitu  suatu  perbuatan  yang jika di kerjakan boleh dan ditinggalkan Juga boleh, artinya  dikerjakan atau tidak dikerjakan tidak apa-apa.
4.      Makruh, yaitu suatu perbuatan  yang  jika  ditinggalka  mendapat  pahala dan Jika dikerjakan tidak mendapat pahala tetapi tidak berdosa.
5.      Haram, yaitu suatu perbuatan yang  jika  dikerjakan akan mendapat dosa dan jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala.
II.PERBEDAAN SYARIAH DAN FIQIH
Perbedaan Antara Fiqih dan Syariah, dapat dijelaskan dari sepenggal tulisan berikut ini yang dikutipkan dari tulisan Fikria Najitama "Sejarah Pergumulan Hukum Islam" dalam Al Mawarid Edisi XVII Tahun 2007 hal.104.
Istilah syari’ah seringkali dipahami sama dengan fiqh oleh sebagian orang. Hal ini tentunya menimbulkan problem tersendiri karena kedua istilah tersebut memiliki perbedaan yang signifikan, walaupun tidak dapat dinafikan bahwa keduanya juga memilaki hubungan yang erat. Syari’ah merupakan jalan yang ditetapkan oleh Tuhan dimana manusia harus mengarahkan hidupnya untuk merealisir kehendak-Nya atau dengan kata lain syariah merupakan kehendak ilahi, suatu ketentuan suci yang bertujuan mengatur kehidupan masyarakat muslim. Sedangkan fiqh merupakan ilmu tentang hukum-hukum syar’iyyah amaliah dari dalil-dalil yang terinci (adillah tafshiliyyah). Dengan demikian syari’ah dan fiqh memiliki perbedaan yang sangat jelas. Perbedaan keduanya disimpulkan oleh pernyataan A. A Fyzee,
Bahwa syari’ah mencangkup hukum-hukum dan prinsip-prinsip ajaran Islam, sementara fiqhhanya berkaitan dengan aturan-aturan hukum saja.
Abu Ameenah menambahkan tiga perbedaan lain antara syari’ah dan fiqh, yaitu:
1.      Pertama, Syari’ah merupakan hukum yang diwahyukan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah, sementara fiqh adalah hukum yang disimpulkan dari syari’ah yang merespon situasi-situasi tertentu yang tidak secara langsung dibahas dalam hukum syari’ah. 
2.      Kedua, syari’ah adalah pasti dan tidak berubah, sementara fiqh berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dimana diterapkan.
3.      Ketiga, hukum syari’ah sebagian besar bersifat umum;meletakkan prinsip-prinsip dasar, sebaliknya hukum fiqh cenderung spesifik; menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip dasar syari’ah bisa diaplikasikan sesuai dengan keadaan. 

Akan tetapi, walaupun sesungguhnya makna syari’ah dan fiqh memiliki perbedaan, namun kemudian diterjemahkan secara longgar sebagai ‘hukum Islam’.



3. AKHLAK

I. DEFINISI AKHLAK
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu MiskawaihAl Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.
Dalam Encyclopedia Brittanica, akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baikburuk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.

II. KEDUDUKAN AKHLAK
1.      Sebagai sebab diturunkannya risalah. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya saya diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
2.      Sebagai definisi dari agama. Rasulullah ditanya, apakah agama itu? Rasul menjawab: ‘Agama adalah akhlak yang baik’ (HR. Ahmad).
3.      Mengantarkan pada iman yang sempurna. Rasulullah bersabda: “Seorang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling sempurna akhlaknya.”
4.      Penyebab masuk surga. Rasulullah ditanya; apa yang paling banyak mengantarkan manusia ke surga? Rasulullah menjawab: ‘Akhlak yang baik.’ Rasulullah ditanya, apa yang paling banyak mengantarkan manusia ke neraka? Rasulullah menjawab: ‘Mulut dan kemaluan.’ (HR Tirmidzi)
5.      Allah mensifati Rasulullah dengan “Husnul Khuluk” (an-Nisaa’: 67). Ketika ‘Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah, beliau menjawab: akhlaknya adalah al-Qur’an.
6.      Rasulullah berdoa kepada Allah agar dibaguskan akhlaknya. “Ya Allah tunjukkanlah saya kepada akhlak yang baik sesungguhnya tiada yang memberi petunjuk kepada akhlak yang baik kecuali Engkau, palingkanlah kami dari akhlak yang buruk, sesungguhnya tiada yang memalingkan kecuali Engkau.”
7.      Yang paling dicintai oleh Rasulullah. “Sesungguhnya yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.”

III. KARAKTERISTIK AKHLAK DALAM ISLAM
1.      Menyeluruh, meliputi seluruh perilaku manusia, baik hubungannya terhadap diri sendiri maupun dengan orang lain, baik personal, dengan kelompok, negara dll.
2.      Komitmen, baik dalam sarana maupun tujuan.” (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan. “(al-Anfaal: 72)
3.      Mendapat balasan yang baik bagi yang melakukannya. Demikianlah diberikan pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS.65: 2).
4.      Sesuai dengan fitrah yang benar. Kebaikan itu adalah akhlak yang baik dan dosa itu adalah yang tidak nyaman dalam dirimu dan engkau tidak suka dilihat orang lain.” (HR. Muslim)
5.      Selalu dikaitkan dengan nilai-nilai iman. “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. 3: 200)
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS: 5: 8). Rasulullah bersabda: “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Shahabat bertanya: “Siapa ya Rasulallah?” Rasulallah menjawab: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)
Seperti apa yang dikatakan Al Habib Saggaf bin Muhammad Al Jufri dalam syairnya yang artinya : “ Sesungguhnya suatu bangsa akan jaya keberadaannya selama mereka masih berpegang teguh dengan nilai-nilai akhlak dan budi luhur. Jika nilai-nilai akhlak mulia telah ditinggalkan oleh suatu bangsa, maka akan pudar dan sirna bangsa tersebut

4.HUBUNGAN AQIDAH,SYARI’AH DAN AKHLAK
              Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.
Aqidah sebagai system kepercayaan yg bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan,
menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syariah sebagai
system nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak
sebagai sistematika menggambarkan arah dan tujuan yg hendak dicapai agama.
              Muslim yg baik adalah orang yg memiliki aqidah yg lurus dan kuat yg
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yg hanya ditujukan pada Allah sehingga
tergambar akhlak yg terpuji pada dirinya.
              Aqidah, Syariah dan Akhlak, ketiganya merupakan 3 pokok ajaran Islam. Ketiganya harus selalu bersamaan dengan aqidah berjalan di depan. Adapun filosofi lain, aqidah, syariah, dan akhlak bagaikan suatu pohon, di mana aqidah merupakan akar, syariah merupakan batang dan akhlak adalah dedaunan. Syariah dan akhlak akan tumbang tanpa adanya aqidah yang mengakarinya.


5. AKTUALISASI ISLAM DAN ISU ISU KONTEMPORER
I. AKTUALISASI DALAM ISLAM
              Aktualisasi ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, memang menunjukkan wajah yang beragam antara satu muslim dengan muslim yang lain. Sebagian muslim ada yang menampilkan Islam dalam bentuknya yang klasik, tradisional dan kumuh, tetapi di sisi lain ada pula sebagian muslim yang menampilkan ajaran Islam dengan wajah yang modern dan dinamis. Wajah Islam yang beragam tersebut tidak lepas dari ajaran Islam sendiri yang bersifat universal sehingga memungkinkan setiap orang untuk memahaminya, sesuai dengan konteks mereka masing-masing.
              Salah satu penyebab terjadinya perbedaan muslim dalam mengaktualisasikan ajaran Islam tersebut adalah karena adanya perbedaan sudut pandang dalam memahami sumber-sumber Islam itu sendiri. Memang tidak ada yang salah dengan apa yang diaktualisasikan oleh mereka, karena masing-masing mencoba untuk menjalankan ajaran Islam sesuai dengan situasi dan kondisi mereka.
              Corak keberagamaan di pedesaan tentu berbeda dengan corak keberagamaan di perkotaan. Tradisi-tradisi Islam klasik, seperti tahlilan, diba’an, yasinan dan sebagainya lebih banyak mewarnai wajah keberagamaan Islam di pedesaan. Sementara di perkotaan, aktualisasi Islam lebih bersifat formalitas, hanya sebatas shalat lima waktu dan mungkin sedikit pengajian rutin di masjid-masjid. Meskipun tradisi tahlil dan diba’an tetap ada di perkotaan, tetapi bentuk dan muatannya bisa berbeda dengan tradisi tahlil dan diba’an di desa.
              Tetapi sebenarnya ajaran Islam tidak hanya sebatas pada masalah-masalah yang terkait dengan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya. Islam merupakan sistem kehidupan yang sangat kompleks dan menyeluruh. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam urusan agama maupun dunia. Ketika Islam hanya difahami sebagai ajaran ibadah semata, maka pada gilirannya akan melahirkan suatu pemikiran yang dikhotomik dalam kehidupan umat Islam dan aktualisasi ajaran Islam dalam kehidupan umat Islam menjadi sangat sempit, karena masalah-masalah lain yang berada di luar ibadah dianggap bukan urusan agama.
              Faham yang membedakan antara urusan agama dan dunia ini, kemudian disebut dengan faham sekular yang datang dari dunia Barat. Islam tidak mengenal sekularisasi apalagi sekularisme. Dalam Islam segala urusan, baik yang berkaitan dengan agama maupun dunia, sama-sama diatur oleh agama. Ketika seseorang menjadi politikus, bukan berarti dia bisa melakukan segala sesuatu yang lepas dari nilai-nilai Islam. Karena segala pikiran, prilaku dan gerak-geriknya harus diwarnai oleh ajaran Islam. Jika seorang muslim berpolitik, kemudian menganggap bahwa dunia politik tidak ada hubungannya dengan Islam, berarti dia telah memiliki faham sekular dan jumlah orang-orang yang berfaham seperti ini mungkin cukup banyak di negeri kita, sehingga sepak terjang para politikus kita, banyak yang jauh dari nilai-nilai ajaran Islam.
              Mengaktualisasikan ajaran Islam dalam kehidupan Islam secara kaffah, memang bukan pekerjaan yang mudah, tetapi diperlukan sebuah gerakan yang tidak setengah-setengah. Jika gerakan itu hanya dilakukan oleh satu atau dua orang saja, tentu sangat berat untuk dilakukan, karena kekuatan kita sangat terbatas. Mungkin kita bisa memulainya dari diri kita sendiri, keluarga kita, komunitas kita, kemudian merambah pada tatanan yang lebih luas di dalam masyarakat. Wallahu a’lam.
II. ISU-ISU KONTEMPORER
Secara teologis perempuan dan laki-laki diciptakan semartabat, sebagai manusia yang se-“citra” dengan allah. Namun, tidak bisa dipungkiri, dalam realitas-kultural-agama  antara keduanya sering terjadi ketidakadilan yang melahirkan kekerasan terutama kaum perempuan.di masyarakat, kita kerap menyaksikan kekerasan terhadap perempuan dengan berbagai manifestasinya. Kekerasan fisik, emosional, psikologi, entah secara domestik maupun publik.
Paradigma lain nengatakan bahwa islam merupakan  sumber kekerasan  terhadap perempuan. Para agamawan telah mengsalah artikan , doktrin,ajaran, bahkan teks-teks kitab suci yang meninggirkan peran perempuan dalam agama.[17] Sebagai contoh adaa sebuah teologi yang menyatakan  bahwa perempuan diletakkan dalam posisi sub-ordinasi terhadap suami. Pandangan teologis ini melihat pada sebuah kisah tentang hawa(perempuan) yang “dituduh” sebagai “dosa asal” karena terbujuk iblis dengan memetik dan memakan buah terlarang lantas memberikannya pada adam, suaminya. Sementara bnyak kalangan yang menganggap kisah ini sebagai peminggiran islam.[18]
Sampai sekarang banyak penafsiran ayat al-qur’an  yang masih diterjamahkan dan dipahami menurut pola pandang patriarchal. Artinya, masih menonjolkan kepentingan kepetingan laki-laki. Akibatnya, kepentingan laki-laki lebih di unggulkan daan ditonjolkan. Ini semua di akibatkan karena adanya penafsiran agama yang sudah  berumur ribuan tahun ditambah dengan adanya  budaya yang patriarkhi, adat istiadat, dan mitos-mitos tentang laki-laki dan perempuan, berakibat laki-laki mempunyai perasaan dan kecenderungan misogenis.
Padahal sebenarnya islam adalah agama yang memihak kaum perempuan. Sebagai contoh ,” poligami”  beberapa pendapat mnyatakan bahwa poligami itu boleh,namun, sebaiknya mengkaji al-qur’an lbih dalam,lebih seksama dan lebih teliti. Berikut ini ayat tentang poligami :
“nikahilah dua atau tiga wanita yang baik menurutmu”
   Ayat ini jangan dipotong di situ saja, umumnya orang memotong sampai  penggalan ayat tersebut. Padahal, ada sambungannya yang sering dilupakan. Lanjutannya berbunyi :           
sekiranya kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka kawini satu perempuan saja
Maksud dari adil disini tidak hanya berupa materil tapi immaterial termasuk cinta, kasih sayang, perhatian dan lain sebagainya. Jadi, yang dituntut dalam ayat ini yang sering dijadikan justifikasi teologi poligami tersebut adalah keadilan immaterial. Sedangkan dalam al-qur’an disebutkan bahwa “engkau (suami) tidak akan mampu berbuat adil atas perempuan meski engkau telah berusaha keras”. Jaddi keadilan itu tidak akan terwujud melalui poligami.
Banyak juga nabi saw yang tidak membolehkan. Sebagai contoh, ketika ali meminta izin menikah juwaryyah, rasulullah langsung menolak.
Islam tidak hanya memihak perempuan tapi juga memandang persamaan laki-laki dan perempuan. Salah satu misi rasulullah , adalah mengangkat harkat dan martabat perempuan. Sebelum nabi diutus, arab berada padaa zaman jahiliyyah yang menganggap perempuan dianggap barang yang bisa dihadiahkan dibagi-bagi, diwariskan, bahkan mereka tidak menghendaki kehadirannya. Sehingga, tersohorlah adat pemakaman bayi perempuan hidup-hidup. Tujuan allah mengutus rasulullah adalah untuk membebaskan kaum perempuan.
Beberapa contoh al-qur’an memihak padaa kaum perempuan
1.      Dulu perempuan tidak boleh menerima warisan,namun sekarang boleh meskipun perbandingannya satu banding dua denagn laki-laki
2.      Dulu perempuan tidak boleh menjadi saksi dalam sebuah perkara, namun sekarang boleh meskipun minimal dua orang saksi perempuan yang nilainya sama dengan satu orang saksi laki-laki.
Secara normatif, semua agama adalah antikekerasan. Sinergi antara agama dengan jarinagn perempuaan akan memaksimalakan usaha untuk penyelenggaran pendidikan pelatihan gender. Penegakan keadilan gender akan semakin terberdayakan. Pengaembangan jaringan kemitraan dan kerjasama semacam ini dapat semakin memudahkan  kita melawan kekerasan dalam kehidupan. Kita harus mampu menciptakan ruang yang adil, damai, dan cerah bagi kehidupan, sehingga kekerasan dapat kita lawan dengan kelembutan hati, kepekaan nurani perempuan. Alangkah indahnya dunia kita, manakala perempuan yang merupakan mayoritas makhluk tuhan yang menjadi pelopor antikekerasan ditengah kehidupan dengan hati, kerahiman,dan kasih sayang.



 
back to top